Cari Blog Ini

26 November 2008

Masyarakat Tionghoa Berpolitik


Tionghoa Pasti Pilih Caleg Tionghoa
BATAM-Masyarakat Tionghoa termasuk salah satu etnis yang kompak dan memiliki hubungan emosional yang baik antara yang satu dengan yang lainnya. Hal itu tak terkecuali dalam persoalan pilihan politik. Menghadapi pemilu 2009, dipastikan warga Tionghoa akan tetap konsisten menjatuhkan pilihannya kepada caleg keturunan Tionghoa.
Demikian dikatakan tokoh masyarakat Tionghoa Batam, Asmin Patros SH, M Hum, akhir pekan lalu, seusai konfrensi pers kegiatan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kota Batam, di Sekretariat PSMTI Batam, di Seraya.
"Warga Tionghoa tak perlu menggembar-gemborkan pilihan politik mereka. Tapi yang jelas warga Tionghoa termasuk salah satu etnis yang kompak di Indonesia. Bisa dipastikan warga Tionghoa akan menyalurkan aspirasi politiknya kepada caleg Tionghoa," kata pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Batam tersebut.
Asmin yang juga Caleg DPRD Kota Batam dari Daerah Pemilihan (Dapil) Batam II (Lubukbaja, Nongsa dan Batam Kota) nomor urut 1 menjelaskan, kendati tidak digembar-gemborkan seperti halnya etnis masyarakat lain, namun pilihan politik warga Tionghoa sudah jelas.
"Warga Tionghoa pasti pilih caleg etnis Tionghoa," kata anggota Komisi II DPRD Kota Batam itu.
Pada kesempatan yang sama Ketua PSMTI Provinsi Kepri Suhendro Gautama dan Ketua PSMTI Kota Batam Eddy Hussi tidak membantah apa yang dikatakan Asmin, bahwa warga Tionghoa dipastikan akan menyalurkan aspirasi politik mereka kepada caleg dari etnis Tionghoa.
"Kita tak perlu gembar-gemborkan atau ekspos segala. Kita cukup dengan kode-kode tertentu saja," kata Suhendro sembari tersenyum.
Menurut Suhendro, pasca 1998 warga Tionghoa tidak hanya terfokus kepada sektor bisnis saja, tetapi juga sektor sosial, politik dan pemerintahan. Hal itu dibuktikan dengan cukup banyaknya warga etnis Tionghoa yang menjabat sebagai anggota legislatif, kepala daerah dan juga berkiprah di berbagai kegiatan sosial lainnya.
"Dulu pada pemilu 1999, banyak orang yang menertawai keberadaan Partai Bhineka Indonesia (PBI) yang dimotori etnis Tionghoa. Tapi ternyata cukup banyak caleg PBI yang terpilih. Padahal tanpa kampanye besar," ujar Asmin Patros, sembari menyatakan bahwa hal itu merupakan salah satu bukti kekompakan warga Tionghoa.
Sebelumnya ada tiga etnis masyarakat di Kota Batam yang mengeluarkan pernyataan serupa yakni paguyuban masyarakat Minang, paguyuban masyarakat Jawa dan kelompok masyarakat Melayu. Etnis minang menyerukan kepada seluruh masyarakat Minang supaya memilih caleg etnis Minang. Begitu juga dengan paguyuban etnis Jawa di Kota Batam juga menyerukan agar masyarakatnya memilih caleg etnis Jawa. Hal serupa juga dilakukan oleh kelompok masyarakat Melayu dan masyarakat tempatan.
Kegagalan Parpol
Sementara itu pada kesempatan terpisah, Sekretaris DPC Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Kota Batam Ridwan Lubis mengatakan banyaknya caleg memanfaatkan paguyuban untuk kepentingan politik praktis merupakan bukti kegagalan parpol memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Idealnya, kalau pendidikan politik oleh parpol berjalan sebagaimana mestinya, maka para caleg dan pengurus parpol tidak perlu membawa-bawa paguyuban untuk kepentingan politik praktis.
"Paguyuban adalah organisasi sosial bukanlah organisasi politik. Tapi kenyatannya, kegiatan politik di masa-masa kampanye terbatas, justru dominan berkutat pada paguyuban. Ini jelas merupakan bentuk kegagalan pendidikan politik kepada masyarakat," kata Ridwan Lubis, Senin (24/11). "Kalau Minang pilih Minang, Jawa pilih Jawa, Melayu pilih Melayu dan Tionghoa pilih Tionghoa, lalu mau dibawa ke mana negara ini. Sudah jelas ini adalah ancaman bagi nasionalisme dan keutuhan NKRI," kata Ridwan.
Di tempat terpisah Ketua LSM Banteng Perjuangan (Banper) Budiman Panjaitan juga khawatir dengan bermunculannya pemahaman politik yang dominan mengarah kepada primodialisme yang berlebihan.
"Saya sepakat ini adalah kegagalan partai politik di dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Lebih dari itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol juga sangat rendah. Sehingga paguyuban dijadikan wadah untuk kampanye," kata Budiman menandaskan. (sm/ye)