Cari Blog Ini

04 November 2010

Tumbuh Satu Mati Satu

Fenomena Menjamurnya Mal di Kota Batam


"Kok lama sekali macetnya Mas, memangnya ada apa di depan sana?" tanya Toyo sambil mengelap keringat di dahi dan lehernya yang mulai keriput. "Sabar Pak, macetnya memang panjang," kata Jarun, supir angkot jurusan Telagapunggur-Jodoh sembari sedikit mengeluarkan kepala dari jendela angkotnya memperhatikan panjangnya macet di Simpang Kabil Batam hari Minggu lalu. "Sejak mal baru itu buka, macetnya memang luar biasa, pengunjung ramai," kata Jarun menunjuk ke arah Kepri Mal. "Ooo, mal baru itu sudah buka ya," tanggap Toyo.
Begitulah, kondisi Simpang Kabil dua pekan belakangan sejak mulai beroperasinya pusat perbelanjaan Kepri Mall, 15 Oktober 2010. Mall yang berada di lokasi strategis ini telah menjadi magnet baru, yang menarik perhatian warga Batam dari berbagai penjuru untuk berbelanja atau pun sekedar cuci mata menjawab rasa penasaran. Kini perempatan Simpang Kabil jadi macet luar biasa, baik dari arah Bandara Hang Nadim, Mukakuning, Simpang Jam atau pun dari arah Batam Centre. Apalagi kalau sore hingga senja dan terlebih hari libur. Siang Minggu lalu itu pengunjung Kepri Mall memang berjubel.

Bagaimana dengan mal lain pasca soft opening Kepri Mall, apakah pengujungnya tetap ramai? Di hari yang sama ketika penulis berkunjung ke Mega Mall Batam Centre yang letaknya sama-sama berada di kawasan Batam Centre ternyata kondisinya bertolak belakang. Mega Mall Batam Centre yang jaraknya sekitar 2 kilometer (km) dari Kepri Mall ternyata pengunjungnya sepi. Pukul 12.30 WIB, lampu digital penunjuk jumlah parkir mobil lowong yang dipasang di Gerbang Timur Mega Mall mencatat parkir mobil lowong lebih dari 750 tempat. Sebelum 15 Oktober 2010 kondisi seperti ini mungkin tak pernah terjadi.

Begitu juga dengan kondisi di dalam mall ini sendiri. Ternyata juga sepi. Padahal hari Minggu dan sebagian warga Batam yang berstatus sebagai karyawan swasta telah gajian. Sungguh berbeda dengan biasanya. Dulu kalau akhir pekan, Sabtu dan Minggu Mega Mall selalu ramai, termasuk tanggal 29, 30, 31. Apalagi kalau bulan baru, hari libur nasional dan mau lebaran, tempat parkir sepeda motor dan mobil penuh sesak. Hari-hari biasa, Senin sampai dengan Kamis pengunjung mall ini, wah sepi sekali.

Ada apa? Apakah karena pusat perbelanjaan ini sudah tak menarik lagi atau karena warga Batam tak punya uang lagi untuk berbelanja ke mall. Tentu saja hal-hal itu tak layak dan sangat tak rasional menjadi alasan mall yang buka lebih kurang sejak lima tahun yang lalu ini menjadi sepi.

Apa permasalahannya? Banyak pihak yang mengatakan mal di Batam jumlahnya sudah sangat banyak atau over kapasitas, tidak sebanding lagi dengan jumlah penduduk plus wisatawan asing dan domestik. Ironinya, kendati jumlah mal telah over, izin pendirian mall masih saja diberikan oleh pihak berwenang. Dan nyaris setiap tahun ada mall baru yang bediri. Ketika ada mall baru yang berdiri, seiring dengan itu ada pula mal yang tutup. Tumbuh satu, mati satu begitulah kondisinya.

Pengamat properti dan retail di Batam, Bevi Linawati yang juga mantan Ketua Asosiasi Mall Kota Batam mengatakan, pertumbuhan investasi di Batam cukup membanggakan, hal ini tidak terlepas dari letak strategis dan potensialnya Batam. Namun perkembangan investasi yang tidak diikuti dengan pertimbangan studi kelayakan matang akan sangat mengganggu iklim investasi itu sendiri.

Menurut Bevi Linawati sebelum memberikan izin pembangunan mal, pemerintah wajib melakukan studi kelayakan. Namun, kenyataan menjamurnya pusat perbelanjaan dengan lokasi yang berhampiran, menunjukkan kinerja pemerintah dalam studi kelayakan patut dipertanyakan kembali.

"Idealnya, dalam pembangunan mall, ada radius pembangunan mall baru dengan mall yang telah ada, dengan pasar tradisional, dan tak kalah penting perbandingan dengan jumlah penduduk," ujar Bevi, Senin (1/11).

Di atas secarik kertas, Bevi memetakan jarak mall sejauh 5 kilometer, 10 kilometer, 20 kilometer dan seterusnya. Yang terjadi di Batam, dalam radius 5 kilometer telah berdiri 11 pusat perbelanjaan, yaitu BCS Mall, Top 100 Penuin, Nagoya Hill Mall, DC Mall, Harbourbay Mall, Robinson, Avava Plaza, Top 100 Jodoh, Tos 3000, Lucky Plaza dan Centre Poin.

Karena banyaknya pusat perbelanjaan yang berada di kawasan berhampiran ini, sebut Bevi, menjadikan antara mall yang satu dengan yang lainnya kanibal. Tak heran, jika kini diantara mal/plaza tersebut hanya beroperasi di lantai dasar saja, karena tidak kuatnya menanggung beban operasional. Investasi mal merupakan investasi jangka panjang. Investor baru akan mendapatkan keuntungan setelah beroperasi secara normal selama 10 tahun. Namun, jika usia mall hanya 5 tahun saja, tentu rugi. Hal ini patut dipertanyakan. Terutama andil pemerintah dalam menjaga investasi di daerahnya.

Sebuah mal, sebut Bevi, baru bisa diketahui berjalan normal setelah berusia 2-3 tahun. Olehkarena itu, selama 1-2 tahun pemerintah harus ikut membantu perkembangannya, yaitu dengan menjaga iklim investasi. "Logikanya, tidak ada investor yang mau rugi, mereka pasti ingin untung. Pemerintah berkewajiban menjaga agar investasi tetap berjalan kondusif," ujar Bevi.

Saat ini, sebutnya, lebih dari 20 mal dan plaza yang masih aktif di Batam. Meskipun begitu, tidak semua bangunan yang rata-rata berlantai 3 dan lebih itu berjalan dengan maksimal. Akibatnya, tidak hanya investor yang merugi, karyawanpun tidak bisa mendapatkan gaji yang maksimal.

Mantan Ketua Asosiasi Mal yang baru saja meletakkan jabatannya ini mengatakan
dari segi tinjauan jumlah penduduk, studi kelayakan pemberian izin pembangunan untuk 20 mal dan plaza itu kiranya tidak tepat.

Hitungan matematis, jumlah penduduk Batam saat ini 1,2 juta. Perkiraan sepertiga diantaranya penduduk produktif (berpenghasilan) 400.000 orang ini diharapkan akan berbelanja aktif ke lebih 20 mall, artinya kalau ditotal tiap mal akan mendapatkan bagian 20.000 orang. Akhirnya, ada mal atau plaza yang tidak bisa berjalan maksimal.

Dalam kurun waktu empat tahun belakangan ada beberapa pusat perbelanjaan di Batam yang tutup atau pun kalau masih beroperasi kondisinya sudah megap-megap. Mal itu adalah Maymart, Barata, Mayokoro/lokasi Matahari lama, BCM (di wilayah Batam Centre), Centre Point, Lucky Plasa (Nagoya), BIP (Baloi), Plaza Batammindo dan lainnya. Dengan bukanya Kepri Mall kemungkinan akan ada mal lain yang terkena dampak sehingga kondisinya tak ubahnya seperti mal-mal yang disebut tadi.

Menanggapi pesatnya pembangunan mal di Batam, Ketua Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam, Mustofa Widjaja mengatakan, jika hal tersebut sesungguhnya tidak menjadi masalah. Ia mencontohkan negara tetangga Singapura. Singapura, sebut Mustofa, hanya memiliki dua juta penduduk, sementara negara tersebut memiliki mall yang sangat banyak, tapi tetap eksis. Untuk berinvestasi di bidang retail ini, lanjut Mustafa tergantung keberanian investornya dalam melihat pasar.
"Posisi kita strategis, itu sangat menjanjikan hadirnya mal-mal besar di Batam," ujar Mustofa.

Ditanyakan tentang syarat dan ketentuan pembangunan mal, Mustofa mengatakan setiap pembangunan harus mengikuti ketentuan yang ada. Termasuk jarak pembangunan mal dari pasar-pasar tradisional. Sementara untuk lahan masih tersedia di sejumlah lokasi bagi pengusaha yang berminta untuk membuka mal baru.
"Masih ada, itu di pusat-pusat wilayah, seperti Batam Centre, Kabil, ya tergantung ukurannya dan marketnya juga," kata Mustofa.

Terkait rencana BP Batam memberi izin baru tersebut, Bevi menilai itu bukanlah hal bijak. "Yang telah mendapat izin untuk pembangunan mal saya dengar ada di kawasan Batam Centre, Grand Quarter. Jika pemerintah benar-benar ingin menjaga iklim investasi di Batam, seharusnya stop dulu pemberian izin mal baru. Karena jumlah yang ada saat ini sudah tidak sehat," sebutnya.

Pana Aldo, manager salah satu departemen store di Batam mengatakan seharusnya pemerintah benar-benar melakukan studi kelayakan sebelum memberikan izin pembangunan mal baru. Realitas ketika satu mal baru muncul, lalu mal lainnya tutup menurut Pana Aldo menunjukan bukti bahwa studi kelayakan izin pendirian mal itu tidak benar, dan hanya sebatas akal-akalan saja. "Kalau dengan kondisi begini, siapa kuat itulah yang menang. Kondisi seperti ini tidak sehat lagi," kata Aldo. **

oleh: Yon Erizon & Nana Marlina