Cari Blog Ini

08 Oktober 2010

PNS Harus Netral di Pilkada


Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus netral di dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Presiden (Pilpres) atau pun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Aturan itu sering disampaikan ketika mendekati pelaksanaan tiga pesta demokrasi tersebut. Tapi nyatanya masih banyak PNS yang tidak netral dan memihak kepada salah satu kandidat. Pada kesempatan ini khusus dibahas tentang netralitas PNS di dalam Pilkada. Mereka yang biasanya cendrung memihak adalah para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Apalagi jika yang maju itu adalah incumbent. Para kepala SKPD memilih jalur selamat dengan pendukung secara total calon incumbent tersebut. Para kepala SKPD memberikan bantuan baik berupa uang cash atau pun dukungan bentuk lain kepada incumbet. Ada Kepala SKPD tertentu menyediakan dana hingga miliaran rupiah dengan bargaining, jika incumbet nanti menang kepala SKPD itu tetap akan dipertahankan atau bahkan diberikan jabatan yang lebih strategis. Bagi yang paling banyak menyediakan amunisi alias dana segar, posisi Sekretaris Daerah (Sekda) adalah posisi tertinggi yang dijanjikan incumbent. Praktik seperti ini nyaris terjadi di semua ajang Pilkada, tak terkecuali di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kepri 26 Mei 2010 lalu. Sejumlah kepala SKPD Pemprov Kepri pada Pilkada lalu memihak kepada calon tertentu. Keberpihakan itu bahkan sangat kentara. Ketika calon yang didukung oleh kepala SKPD itu tidak terpilih, ternyata apa yang terjadi. Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri yang baru terpilih langsung membuang kepala SKPD yang terdeteksi tidak memihak kepada pasangan pemenang. Pada Pilwako Batam tahun 2006 lalu praktik seperti itu juga terjadi. Disenyalir orang-orang yang duduk pada posisi SKPD strategis di Pemko Batam saat ini, dulunya adalah para penyandang dana pemenangan Pilwako 2006. Kini kejadian itu berulang kembali. Sejumlah kepala SKPD di Pemko Batam secara terang-terangan menjadi ATM bagi kepentingan amunisi incumbent atau pun calon lainnya. Kalau yang didukung menang, sudah dipastikan kepala SKPD itu bisa menjabat pada jabatan strategis, seperti Kepala Dispenda, bahkan Sekda Kota Batam. Apakah cara-cara seperti ini sehat dalam membangun pemerintahan yang bersih dan beribawa serta terbebas dari KKN? Jawabannya jelas saja tidak. Dengan cara seperti itu bisa jadi orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan strategis adalah nantinya hanyalah orang-orang yang menyuplai banyak uang kepada Cawako-Cawawako untuk memenangkan Pilwako Batam, tapi tidak memiliki kapasitas sebagai kepala SKPD. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi persoalan ini. Fungsi DPRD jelas sangat dibutuhkan untuk mengawasi praktik-praktik seperti itu. Termasuk LSM, OKP dan Ormas juga perlu mengawasi proses politik tersebut. Kalau dibiarkan kepala SKPD ikut bermain di dalam Pilkada, jelas akan sangat merugikan masyarakat. Pelayanan jadi tidak maksimal. Dan anggaran pada SKPD itu rentan untuk dialihkan bagi program-program pemenangan para calon kepala daerah. (by.yon erizon)